Aksiologi
membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan
logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos artinya akal,
teori, axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan
status metafisik dari nilai[19].
Aksiologi
sebagai cabang filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai,
pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan[20].
Nilai
Intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena mengandung kualitas-kualitas
pengirisan didalam dirinya, sedangkan nilai instrumentalnya ialah pisau yang
baik adalah pisau yang dapat digunakan untuk mengiris[21],
jadi dapat menyimpulkan bahwa nilai Instrinsik ialah nilai yang yang dikandung
pisau itu sendiri atau sesuatu itu sendiri, sedangkan Nilai Instrumental ialah
Nilai sesuatu yang bermanfaat atau dapat dikatakan Niai guna.
Aksiologi
terdiri dari dua hal utama, yaitu:
Etika : bagian
filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang. Semua prilaku
mempunyai nilai dan tidak bebas dari penilaian. Jadi, tidak benar suatu prilaku
dikatakan tidak etis dan etis. Lebih tepat, prilaku adalah beretika baik
atau beretika tidak baik.
Estetika
: bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari
sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah pasangan dikhotomis, dalam arti
bahwa yang dipermasalahkan secara esensial adalah pengindraan atau persepsi
yang menimbulkan rasa senang dan nyaman pada suatu pihak, rasa tidak senang dan
tidak nyaman pada pihak lainnya.
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah :
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah :
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan
kebenaran yang hakiki, maka prilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh
kejujuran dan tidak berorientasi pada kepentingan langsung.
2. Dalam pemilihan objek penelahaan dapat dilakukan secara etis yang
tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak
mencampuri masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat
dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
3.
Pengembangan
pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat
dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan
ilmu dan temuan-temuan universal.[22]
Sumber :
Idi, Jalaluddin Abdullah. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar