Kamis, 22 Desember 2016

ontologi, epistimologi dan aksiologi administrasi

Ontologi Administrasi
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang “yang ada”. “Yang ada” disini memiliki pengertian yaitu : pertama, istilah ini menunjuk terhadap apa-apa yang benar-benar ada di dunia, baik “yang ada” sebagai kenyataan, yang tampak di depan mata ataupun dapat dicerap oleh pancaindera.[3]
Pemikiran ontologi dalam administrasi tentunya diawali dari pembuktian, atau dengan kata lain penyelidikan yang dilakukan secara sadar dan mendalam sampai ke akar permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diberlakukan kapan dan dimana saja serta relatif fundamental kandungan kebenarannya. Ontologi ilmu administrasi mencari pengertian menurut asal mula dan akar kata yang paling terdalam.[4]
Dengan kata lain, ontologi administrasi adalah pemikiran yang berdasarkan hakikat dan makna yang dikandung ilmu administrasi itu sendiri sebagai salah satu cabang ilmu administrasi.
1.             Kedudukan Ontologi Administrasi
Kedudukan ontologi administrasi adalah merupakan pangkal dasar dalam pengembangan pemikiran terhadap pembenaran dan kebenaran yang dikandung oleh ilmu administrasi itu sendiri.
Ontologis ilmu administrasi bercorak total daripada hal-hal yang bercirikan abstraksi dan konkret. Ontologi ilmu administrasi yang bercirikan asbtraksi karena hanya berada dalam pikiran manusia yang sifatnya sangat tidak terbatas dan jangkauannya hanya dapat dijangkau akal pikiran. Sedangkan ontologi administrasi yang bercirikan konkret karena memang dapat diamati langsung oleh pancaindra manusia dan hasilnya secara langsung dapat dinikmati.
2.             Metode Ontologi Administrasi
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ontologi administrasi diperlukan metode berpikir yang bekerja cepat dan tepat. Dengan demikian, ontologi administrasi senantiasa menanyakan sesuatu yang telah dimengerti atau dikenal, karena pertanyaan adalah bagian dari nalar sebagai produk pemikiran manusia.
Pemahaman ontologi ilmu administrasi senada dengan keinsafan manusia terhadap dirinya sendiri sebelum melaksanakan berbagai aktiftasnya. Segala perkembangan, baik pada diri sendiri manusia ataupun pada bidang ilmu administrasi telah termuat dalam batas-batas kemampuan kedua hal tersebut, tidak akan dapat melampauinya. Yang ada di luar batasannya tidak akan dapat dipertanyakan, karena memang bukan batas dalam pikiran manusia di bidang administrasi.
3.             Potensi Ontologi Administrasi
Dengan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi ilmu administrasi adalah pemikiran manusia terhadap isi dunia ini. Pada hakikatnya, tidak ada halangan atau hambatan bagi para ilmuwan administrasi dimana saja dan kapan saja untuk melakukan tindakan dan pemikiran tentang penciptaan pengaturan dan keteraturan it secara optimal. Segala jenis bipolaritas yang mensyaratkan terciptanya pengaturan dan keteraturan dalam ilmu administrasi menunjukan adanya kemungkinan, dan bahkan keinginan akan integritas secara maksimal.
Kewajiban para ilmuwan administrasi dalam rangka berpikir, berdasarkan pemikiran ontologi secara kebenaran transidental dan kebenaran empirikal, terletak pada struktur penalaran setiap ilmuwan administrasi. Jikalau terjadi kekurangan harmoni, kekurangan kebenaran, dan kebaikan, maka hal itu bukanlah muncul dari hakikat ontologi ilmu administrasi, tetapi merupakan suatu kejadian entah karena alasan apa dan kenyataan selalu ada, sepanjang masih ada yang ada.
4.             Normatif Ontologi Administrasi
Keberadaan hakikat kandungan normatif ontologi administrasi secara transidental dan empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek utama. Kebenaran adalah keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam hal pemberian pengertian atau pemahaman terhadap ontologi ilmu administrasi, dan kedua, kebaikan adalah keharmonisan dalam hal penilaian dan pilihan nilai terhadap ontologi ilmu administrasi.
Namun, kebenaran dan kebaikan ontologi ilmu administrasi dalam kehidupan dan penghidupan manusia bukanlah dua hal yang berdampingan saja, tetapi merupakan suatu bipolaritas struktur dalam pemikiran manusia itu sendiri. Kebenaran dan kebaikan senantiasa selalu dalam kesejajaran dan seukuran.
5.             Positivisme Administrasi
Aliran positivisme dalam ilmu administrasi pada dasarnya berpangkal dari hati nurani manusia yang memancarkan kebenaran. Pancaran kebenaran hati nurani ini diproses dalam pemikiran dengan menghubungkan realita konkret maupun realita abstraksi tentang fenomena atau nomena administrasi, yang selanjutnya dipersepsikan melaluis suatu argumentasi.
6.             Rasionalisme Administrasi
Rasionalisme administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan di bidang administrasi. Paham rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan berasal dari akal pikiran. Disamping itu, aliran rasionalisme, tidak mengingkari adanya pengalaman, tetapi pengalaman itu menjadi perangsang terhadap proses pemikiran. Descartes, sebagai pelopor aliran rasionalisme, senantiasa berusaha menemukan suatu kebenaran  yang tidak dapat diragukan lagi sehingga mengantarkan manusia kepada cahaya terang.
C.           Epistemologi Ilmu Administrasi
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge.
Secara istilah, epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan.[5]
Ilmu pengetahuan di bidang administrasi adalah suatu pernyataan terhadap materi atau konten, bentuk atau form, serta objek formal dan materiilnya. Secara epistemologi, ilmu administrasi cenderung untuk membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan pemahaman intelektual seseorang. Pengetahuan ilmu administrasi dapat membawa manusia kepada peristiwa kesadaran dari dari seluruh pemaknaan yang dikandung ilmu administrasi itu sendiri.
1.             Objektivisme Administrasi
Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan adanya makna apriori (kebenaran dasar) sebagai realita fundamnetal dan tidak relatif, sedangkan kebenaran realita yang telah mengalami perubahan dari nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang dalam hakikat aposteriori. Berpikir apriori dalam ilmu administrasi merupakan salah satu kajian dari konsep objektivisme, dengan bermuara kepada rasionalisme yang dalam perkembangannya mengalami tiga tahapan proses berpikir manusia dalam bidang ilmu administrasi. Pertama, kesadaran objek administrasi itu sendiri. Kedua, kesadaran bahwa adanya perbedaan penalaran terhadap objek administrasi. Ketiga, pemahaman terhadap hubungan yang terjadi antarberbagai entitas, baik perbedaan maupun persamaannya.
Penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang objek materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran perhatian secara detail tentang makna kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang mempelajari ilmu administrasi. Kedua, dari sudut pandang objek formalnya, bahwa ilmu administrasi memiliki ruang lingkup kajian dengan metode yang jelas.
2.             Subjektivisme Administrasi
Fenomena sosial menunjukan bahwa pemikiran subjektivisme telah berada di semua lini kehidupan, baik kehidupan birokrasi, pengusaha, maupun kehidupan sosial kemasyarakatan, semuanya menghendaki keadilan, tetapi yang dirasakan adalah ketidakadilan. Karl Marx memberikan argumentasi tentang rasa keadilan dengan pembagian sesuatu “ambillah masing-masing menurut kemampuannya” dan “berilah masing-masing menurut kebutuhannya”.
3.             Skeptisisme Administrasi
Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami seseorang akibat tidak terpenuhinya sesuatu yang diinginkan.
Akar permasalahan terjadinya skeptisisme rupanya menunjukan jenis kepastian tertentu yang tidak dimiliki oleh para birokrasi bersangkutan sebagai pengelola administrasi negara yang berdampak negatif , dimana kepercayaan publik semakin berkurang dan kecurigaan semakin bertambah.
D.           Aksiologi Administrasi
Aksiologi membahas tentang nilai dalam kehidupan manusia. Aksiologi mencakup dua cabang filsafat yang terkenal yaitu etika dan estetika. Etika membahas hal buruk dan baik perbuatan manusia, dan estetika membicarakan tentang keindahan.
Aksiologi ilmu administrasi adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam angka pemanfaatan, atau dengan kata lain penerapan ilmu administrasi yang teratur dan produktif. Ilmu administrasi yang dimanfaatkan secara positif memungkinkan manusia lebih leluasan untuk berinteraksi dengan sesama manusia maupun dengan lingkungannya, demikian juga bahwa ilmu administrasi dapat meningkatkan martabat manusia. Karena dengan memanfaatkan kebenaran ilmu administrasi akan semakin teruji kualitasnya serta semakin tampak bahwa ilmuwan administrasi sebagai makhluk yang termulia di muka bumi ini.
 
sumber :  Makmur, Filsafat Administrasi, Jakarta : Bumi Aksara, Cetakan ke-3, 2012. Hal.39 -40
  Masykur Arif Rahman, Loc.cit.  hal 49
  Makmur, Loc.cit, hal 40
Surajiyo, Filsafat Ilmu, Jakarta : Bumi Aksara, Cetakan ke-8, 2015. hal. 26

2 komentar:

  1. Terima kasih...ulasannya sangat bermanfaat.

    BalasHapus
  2. Terimakasih atas jawabannya ini sangat membantu saya...

    BalasHapus