Inti
metode Descartes adalah keraguan yang mendasar. Dia meragukan segala sesuatu
yang dapat diragukan semua pengetahuan tradisional, kesan indrawinya, dan
bahkan juga kenyataan bahwa dia mempunyai tubuh sekalipun hingga dia mencapai
satu hal yang tidak dapat diragukan, keberadaan dirinya sebagai pemikir. Oleh
karena itu, dia sampai pada pertanyaan yang terkenal Cogito ergo sum. Sehingga dalam berhubungan dengan
realita, Descartes mencoba untuk meragukan segala apa yang diterima oleh
inderanya dan dia berusaha untuk menguak realitas dengan menggunakan akalnya.
Karena menurutnya hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang
dapat disebut sebagai pengetahuan yang ilmiah. Dan kebenaran yang diperoleh
melalui indera mempunyai tingkat kesalahan yang lebih tinggi.
Meskipun
demikian dia tidak mengingkari pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman.
Hanya saja pengalaman dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam
ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai
mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka
kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan
akal saja.
Kemudian
Descartes menolak untuk bergantung pada pendapat umum yang berkembang dalam
masyarakat dalam melandaskan pemikirannya. Karena itu ia menolak seluruh hal
kecuali kepastian dari pendapatnya sendiri. Sebagaimana yang diungkapkannya dalam
buku Filsafat untuk umum karya Bambang Q. Anees dan Radea Juli A. Hambali,“Andaikata
Kita membaca setiap karangan Plato dan Aristoteles, namun tanpa kepastian
sendiri, kita tidak maju satu langkah pun dalam filsafat…Pengertian historis kita lalu
ditambah, namun bukan pemahaman kita.
Dalam
membangun filsafatnya Descartes membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai patokan
dalam menentukan kebenaran dan keluar dari keraguan yang ada. Adapun
persoalan-persoalan yang dilontarkan oleh Descartes untuk membangun filsafat
baru antara lain :
a. Apakah kita bisa menggapai suatu
pengetahuan yang benar ?
b. Metode apa yang digunakan mencapai
pengetahuan pertama ?
c. Bagaimana meraih
pengetahuan-pengetahuan selanjutnya ?
d. Apa tolak ukur kebenaran pengetahuan ?
Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Descartes menawarkan metode-metode
untuk menjawabnya. Yang mana metode-metode tersebut harus dipegang untuk sampai
pada pengetahuan yang benar.
Seorang
filosuf harus hanya menerima suatu pengetahuan yang terang dan jelas, mengurai suatu masalah menjadi
bagian-bagian kecil sesuai dengan apa yang ingin kita cari. Atau jika masalah
itu masih berupa pernyataan: maka pernyataan tersebut harus diurai menjadi
pernyataan-pernyataan yang sederhana. Metode yang kedua ini disebut sebagai
pola analisis. Jika kita menemukan suatu gagasan
sederhana yang kita anggap Clear and
Distinct, kita harus merangkainya untuk menemukan kemungkinan luas dari
gagasan tersebut. Metode yang ketiga ini disebut dengan pola kerja
sintesa atau perangkaian. Pada
metode yang keempat dilakukan pemeriksaan kembali terhadap pengetahuan yang
telah diperoleh, agar dapat dibuktikan secara pasti bahwa pengetahuan tersebut
adalah pengetahuan yang Clear and
Distinct yang benar-benar tak memuat satu keraguan pun. Metode yang
keempat ini disebut dengan verifikasi.
Jadi
dengan keempat metode tersebut Descartes mengungkap kebenaran dan membangun
filsafatnya untuk keluar dari keraguan bersyarat yang diperoleh dari pengalaman
inderawinya.
Sumber :
Meilani Kasim, Aliran Rasinalisme“Descartes”, http://meilanikasim. wordpress. com, 20 Juni 2011
Meilani Kasim, Aliran Rasinalisme“Descartes”, http://meilanikasim. wordpress. com, 20 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar