Kamis, 22 Desember 2016

Paradigma Pendidikan Islam di Indonesia

Paradigma  Pendidikan Islam di Indonesia.
Mengarahkan pandangan ke arah pembangunan pendidikan di Indonesia tampaknya membutuhkan keseriusan. Banyak kendala yang menghadang. Tidak hanya aspek internal, melainkan benturan kebudayaan (clash of civization), memaksa pemerhati, pakar dan pelaku pendidikan untuk mengkaji ulang mengenai orientasi sistem pendidikan bangsa. Paradigma pendidikan yang berkembang di Indonesia lebih bersifat pada silent culture.
Dari sini kemdian timbul pertanyan, apa saja aspek kehidupan ini? dalam konteks inilah para pemikir dan pengembang pendidikan mempunyai visi berbeda-beda, perbedaan tersebut tidak bisa lepas dari sistem politik dan watak sosiokultural yang mengitarinya. Misalnya, secara historis – sosiologis, Muhaimin memetakan setidak-tidaknya telah muncul beberapa paradigma pengembangan pendidikan (Islam) sebagai berikut:
1.      Paradigma Formisme
Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi dan diskrit. Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, madrasah dan non madrasah, pendidikan agama dan pendidikan umum,dan seterusnya.
Paradigma tersebut pernah terwjud dalam realitas sejarah pendidikan (islam). Pada periode pertengahan, lembaga pendidikan islam (terutama madrasah sebagai perguruan tinggi atau  al-jamiah) tidak pernah menjadi universitas yang difungsikan semata-mata untuk mengembangkan tradisi penyelidikan bebas berdasarkan nalar. Ia banyak diabdika pada  al-ulum al-madinah. Sementara itu penguasa politik yang memprakasai berdirinya madrasah, mungkin karna dorongan politik tertentu  motivasi murni menegakkan ortodoksi, sering mendikte madrasah atau al-jamiah untuk tetap dalam kerangka ortodoksi (kerangka syariah).
2.      Paradigma Mekanisme
Paradigma mekanisme memandang kehidupan terdiri dari berbagai aspek dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan yang lainnya bisa saling konsultasi atau tidak.
Dalam paradigma ini, pendidikan agama sebagai sumber nilai lebih menonjolkan fungsi moral dan spiritual atau demensi efektifnya dari pada demensi kognitif dan psikomotor, dalam arti demensi kognitif dan psikomotor diarahkan untuk pembinaan efektif (moral dan spiritual), yang berbeda dangan mata  pelajaran lainnya.
Paradigm organisme merupakan kesatuan atau sebagai system (yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan pandangan atau semangat hidup yang di manifestasikan dengan sikap hidup dan ketrmpilan hidup.Dalam konteks pandangan semacam itu,penting kiranya membangun kerangka pemikiran yang bersumber pada fundamental doctrins dan fundamental volues yang tertuang dalam AL-Quran dan As-Sunnah.
Melalui upaya semacam itu, maka sistem pendidikan (islam) diharapkan dapat mengintegresikan nilai-nilai pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik,serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), memilik kematangan propresional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama (imtag).
 
 Sumber : 
  Ahmad Tafsir , 1984, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. Kedua, Bandung : Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar