Kamis, 22 Desember 2016

Kant Dalam Rasionalisme, Empirisme, dan Idealismenya

Kant Dalam Rasionalisme, Empirisme, dan Idealismenya
            Filsafat Emanuel Kant menjadi sebuah pertemuan kritis antara dua kecenderungan manusia yang telah lahir sebelum abad pencerahan yakni rasionalisme dan empirisme.[4] Memang disatu sisi kita akan menemukan bahwa metode pemikiran Kant terlihat begitu dekat dengan dunia ide bahkan mungkin tak bisa terlepas darinya. Argumen ini menjadi keyakinan yang bermula dari sebuah konklusi Kant bahwa adanya Tuhan, kehendak bebas, dan keabadian jiwa  tidak bisa dibuktikan secara teoritis namun perlu diakui bahwa ini murni dari akal budi yakni dunia praktis. Akan tetapi jika kita cermat menelaah pemikirannya tipikal yang nampak   dari metode filsafatnya ialah: ia ingin mencari sintesa yang benar dan jelas dari empirisme dan rasionalisme.
Kant bertolak dari hasil yang nampak dari kekurangmampuan ilmu-ilmu pengetahuan pasti dan eksata sebelumnya untuk mensintesiskan kebenaran-kebenarandari teori mereka. Karena itu, Kant mencoba bekerja dengan metode baru yang berbeda dengan para ilmuwan sebelumnya. Ia menyebut metode untuk mencari asas-asas yang benar dari pengetahuan itu metode induksi.
Kant secara pribadi mempertanyakan kaum rasionalis sebelumnya yang merelativisir empirisme dan menganggapnya tidak memiliki dasar yang kuat untuk mencapai kebenaran. Demikian juga ia mempertanyakan skeptisisme yang berlebihan dari kaum skeptis yang mengatakan bahwa kebenaran akal busi itu relatif. Keberhasilannya dalam mempertemukan kedua aliran diatas membuatnya pantas memperoleh gelar kehormatan, karena bagaimanapun juga filsafatnya telah menjadi pijakan dan dasar  bagi perkembangan filsafat yang muncul setelahnya.
Sebagai seorang filsuf rasionalis-idealis, pertanyan Kant untuk mengetahui tentang absah tidaknya sebuah pengetahuan ( entah pengetahuan  rasional dan empiris) sederhana saja: “apa yang dapat saya ketahui, apa yang seharusnya saya lakukan, dan apa yang bisa saya harapkan[5] ( foot note 1 dari buku fil.modern karangan F. Budi hadirman hal.132).
Dari sinilah Kant mulai mencari dasar  yang kokoh untuk filsafatnya, dimana ia hendak memulai segalanya dari sebuah pencarian akan yang ADA, sehingga filsafatnya disebut transendental karena tidak dapat diteliti sebagai sebuah proses tetapi selalu diandaikan sebagai suatu akibat. Kriteria filsafat yang transendens diterima sebagai sebuah keabsahan apabila kita fokus pada kondisi yang murni dari subjek pengetahuan.
Ilmu pengetahuan bagi Kant bertugas menemukan subjek pengetahuan yang memungkinkan dunia empiris (aposteriori) itu bisa diselidiki. Disini tampak bahwa Kant secara bijaksana  mendamaikan objek dengan subjek pengetahuan itu, meskipun perlu juga diakui bahwa subjek pengetahuan itu tetap diakuinya sebagai yang lebih tinggi.
 
Sumber : 
tafsir Ahmad Filsafat umum : akal dan hati sejak thales sampai james,( Bandung:
    Remaja  Rosdakarya,1998)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar