Kamis, 22 Desember 2016

Aktualisasi Filsafat Sebagai Pemikiran yang Reflektif

Aktualisasi Filsafat Sebagai Pemikiran yang Reflektif
Berpikir reflektif berarti berpikir yang dipantulkan kepada dirinya sendiri. Berfilsafat berarti refleksi terhadap dirinya sendiri. Berfilsafat pada hakikatnya adalah menonton dirinya sendiri ketika dirinya sedang berada di atas panggung. Semua ragam pemikiran filsafat tentunya dapat direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berpikir reflektif mendorong kita akan mampu berpikir ke arah pemikiran yang lebih berkualitas (quality thinking) dan pemikiran ke masa depan (future thinking).
Misalnya, pemikiran filsafat yang reflektif tidak hanya sebatas pada memperbaiki kualitas diri sendiri, akan tetapi juga bagaimana memperbaiki kualitas generasi mendatang (anak-anak kita), sehingga kita akan terhindar dari degradasi keturunan.
Di zaman sekarang (era global) membuat/melahirkan anak mu­dah, akan tetapi membuat agar anak-anak kita lebih berkualitas dari diri kita, maka diperlukan berbagai pemikiran (inter disipliner). Hal ini sejalan dengan keberadaan konsep-konsep pemikiran filsafat tentang: manusia unggul menurut pemikiran barat, menurut pemikiran Indone­sia, menurut pemikiran Jawa, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran barat yang dikemukakan oleh Nietzsche yaitu pemikirannya tentang manusia pemberani, superman, manusia cerdas, manusia yang tidak pernah bersalah, manusia berkuasa.
Manusia unggul menurut pemikiran Jepang adalah manusia yang memiliki jiwa 'samurai' yaitu semangat tidak pernah kenal lelah, pan-tang menyerah, tahan menderita yang dilambangkan dengan semangat ksatria (boshido).
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Indonesia yang tertuang dalam GBHN 1999 dikemukakan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, berkepribadian, bersemangat, rajin bekerja, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Islam yaitu `insan kamil', Insan kamil adalah manusia yang telah mencapai derajat imuttaqiin' yaitu manusia yang benar-benar aktivitas hidupnya hanya untuk mencari keridhaan Allah.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Jawa yaitu `manungsa utomo' (manusia utama). Manusia utama adalah manusia yang dapat memenuhi hakikat kodratnya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Manusia utama adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk: memayu hayuning seliro (berperilaku baik menjaga dirinya dari perbuatan vista), memayu hayuning bebrayan/ sesami (berperilaku baik terhadap sesama), memayu hayuning bawono (berperilaku untuk kepentingan bangsa/negara).
Dari berbagai konsep manusia berkualitas (unggul) tersebut kita akan dapat memperoleh inspirasi bahwa melahirkan dan membangun anak berkualitas di era global ini sangat penting. Karma, di era glo­balisasi saat ini diperlukan anak-anak yang memiliki kemampuan daya saing tinggi.
 
 
Sumber : 
Endang Daruni. et. al. 1982. Filsuf Filsuf Dunia dalam Gambar. Yogyakarta: Karya Kencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar