Kamis, 22 Desember 2016

Filsafat Politinus



POLITINUS (204-270)
Thales (624-548 SM). Filsafat Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol yang berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan: air adalah arkhe (yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Thales telah mengenalkan logika induktif. Aristoteles (384-332 SM) mengenalkan logika sebagai ilmu. Aristoteles mengatakan bahwa kesimpulan thales diperoleh dari alasan bahwa air adalah jiwa dari segala sesuatu. Inti dari logika Aristoteles adalah Silogisme.
Thales (624-546) digelari sebagai filsof pertama barangkali karena ia mengajukan pertanyaan yang sangat mendasar: apa bahan alam semesta ini ? Thales menjawab, air. Jawaban yang tidak memuaskan. Pertanyaan yang lebih berbobot daripada jawaban. Politinuslah, jadi kira-kira 800 tahun kemudian, orang yang mula-mula menyusun jawaban yang lumayan terhadap pertanyaan itu. Itulah teori emanasi. Dan konsep inilah terutama mnyebabkan politinus cukup penting untuk di pelajari. Teori penciptaan yang berupa emanasi itu berpengaruh juga pada filsafat islam.
Akan tetapi, pemikiran politinus bukan hanya tentang rahasia penciptaannya; ia juga mengemukakan pemikiran tentang etika, yang kelihatannya masih relvan dipertimbangkan pada zaman sekarang. Secara umum ajaran Politinus disebut Politinisme atau neo Politinisme. Jadi, ajaran Politinus ini tentulah berkaitan erat dengan ajaran Plato. Politinisme adalah suatu sistem yang teosentris, jadi dalam hal ini sama dengan Agustinus. Memang filsof pada masa-masa ini pada umumnya teosentris.   
Kehidupan Politinus
Politinus dilahirkan pada tahun 204 di Mesir, mungkin di daerah Lycopolis. Pada tahun 232 ia pergi Alexandria untuk belajar filsafat, pada seorang guru bernama Animonius Saccas, selama 11 tahun. Pada umur 40 Tahun ia pergi ke Roma. Disana ia menjadi pemikir terkenal pada zaman itu. Tahun 270 ia meninggal di Minturnae, Campania Italia. Muridnya yang bernama Porphyry mengumpulkan tulisannya yang berjumlah 54 karangan. Karangan itu di kelompokan menjadi 6 set, tiap set berisi 9 karangan, masing-masing set itu di sebut ennead, seluruhnya ada 6 ennead.
Ennead pertama berisi masalah etika, mengenai masalah kebijakan, kebahagiaan, bentuk-bentuk kebaikan, kejahatan, dan masalah pencabutan dari kehidupan. Ennead kedua membicarakan fisik alam semesta, tantang bintang-bintang, potensialitas dan aktualitas, sirkulasi gerakan, kualitas dan bentuk, juga berisi kritik pedas terhadap gnotisisme. Ennead ketiga membahas implikasi filsafat tentang dunia, seperti masalah iman, kuasa Tuhan, kekekalan, waktu, dan tatanan alam. Ennead keempat membicarakan sifat dan fungsi jiwa, yaitu tentang importalitas jiwa, penginderaan, dan ingatan. Ennead kelima beirisi pembahasan tentang roh ketuhanan (divine spirit). Dan disini di terangkan ajaran tentang idea. Ennead keenam berisi pembahasan tentang berbagai topick sepeti tentang kebebasan kemauan (free will), tentang ada yang menjadi realitas.
Metafisika politinus
Sistem metafisika politinus ditandai oleh konsep transendens. Menurut pendapatnya, di dalam pemikiran terdapat tida realitas : The One, The Mind, dan The soul
The One (Yang Esa) adalah tuhan dalam pandangan Philo (Avey:49), yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami melalui metode sains dan logika. Ia berada di luar eksitensi, diluar segala nilai. Esa itu adalah puncak semua yang ada; ia itu cahaya di atas cahaya. Ia adalah pencipta semua yang ada. Mereka memiliki pengetahuan keilahian juga tidak akan dapat merumuskan apa itu sebenarnya .
The One itu tidak dapat di dekati melalui penginderaan dan juga tidak dapat di fahami lewat pemikiran logis. Kita hanya dapat menghayati adanya; ia itu tidak dapat di perkirkan seperti tatkala kita memikirkan sesuatu yang ada definisinya. Ia itu transendens terhadap segala makhluk. Ia dapat di dekati lewat tanda-tanda dalam alam. Penangkapan kita tentang Yang Esa itu memang ada, bukan dengan akal. Objek itu dapat di definisikan. Ia itu prinsip yang tidak dapat di lambangkan dengan suara atau huruf.
Realitas kedua ialah Nouse, suatu istilah yang dapat juga di sebut Mind. Ini adalah tentang gambaran tentang Yang Esa dan di dalamnya mengandung idea-idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asli objek-objek. Kandungan Nouse adalah benar-benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita mesti melalui permenungan.
The Soul adalah realitas ketiga dalam filsafat Politinus. Sebagai arsitek semua fenomena yang ada di alam ini, soul itu mengandung suatu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat di lihat dalam dua aspek, ia adalah energy dari belakang dunia, dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk dari alam semesta. Jiwa manusia yang mempunyai dua aspek: yang pertama intelek yang tuduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah irasional. Yang Irasional ini mungkin sama dengan moral pada Kant; yang intelek itu kelihatannya sama dengan akal logis.
Teori tentang tiga realitas ini mengingatkan kita pada teologi Trinitas yang di anut oleh Kristen, tanpak sekali banyak persamaannya. Teologi Trinitas itu pada masa Politinus memang sedang dalam proses pembentukannya, atau katakanlah sedang dalam perumusannya.
Istilah Trinitas (dalam bahasa latin Trias) mula-mula di gunakan oleh Theophilus dari Antaknya (180 M). perkembangan istilah itu secara sempurna terjadi di dalam filsafat skolastik Abad pertengahan tatkala masalah ini di bahas secara filsafat dan psikologi. Sebenarnya pernyataan resmi tentang istilah ini dikelluarkan dalam pertemuan Constantinopel pada tahun 382 (frem, 1959,794). Pada mulanya teologi Kristen tidak serumit itu.
Jika teori tiga realitas dalam filsafat Politinus tidak dapat di fahami dalam mebggunakan akal logis, apalagi tiga realitas dalam satu realitas atau satu dalam Tiga pada Trinitas itu.
Didalam ajaran politinus, jiwa tidak bergantung pada materi; materi seratus persen pasif, sedangkan jika seratus persen aktif. Oleh karena itu, jiwa merupakan esensial tubuh material. Tubuh itu materi. Tubuh yang material itu berisi prinsip-prinsip ketiadaan, penuh oleh kejahatan dan keterbatasan. Ia mempunyai jarak yang jauh dari Yang Esa, Yang Maha Sempurna. Pendapat ini tidak dapat di artikan bahwa jasad boleh di abaikan seperti pada orang-orang gnostic
Tentang penciptaan, Politinus berpendapat bahwa Yang Esa adalah yang paling Awal, sebab pertama. Disini mulailah teori penciptaan. Tentang penciptaan, Politinus berpendapat bahwa Yang Esa adalah yang paling awal, sebab pertama. Disini mulailah teori penciptaan yang terkenal itu : emansi, suatu teori penciptaan yang belum pernah di ajukan oleh filsof lain. Tujuan utama teori ini ialah menimbulkan pengertian bahwa di dalam Yang Esa ada pengetian yang banyak. Maksudnya, teori emanasi tidak menimbulkan pengertian bahwa tuhan itu sebanyak makhluk. 

sumber: 2008. Filsafat Umum.Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar