POLITINUS
(204-270)
Thales
(624-548 SM). Filsafat Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul,
dan cerita-cerita isapan jempol yang berpaling kepada akal budi untuk memecahkan
rahasia alam semesta. Thales mengatakan: air adalah arkhe (yunani) yang berarti
prinsip atau asas utama alam semesta. Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles (384-332 SM) mengenalkan logika sebagai ilmu. Aristoteles
mengatakan bahwa kesimpulan thales diperoleh dari alasan bahwa air adalah jiwa
dari segala sesuatu. Inti dari logika Aristoteles adalah Silogisme.
Thales
(624-546) digelari sebagai filsof pertama barangkali karena ia mengajukan
pertanyaan yang sangat mendasar: apa bahan alam semesta ini ? Thales menjawab,
air. Jawaban yang tidak memuaskan. Pertanyaan yang lebih berbobot daripada
jawaban. Politinuslah, jadi kira-kira 800 tahun kemudian, orang yang mula-mula
menyusun jawaban yang lumayan terhadap pertanyaan itu. Itulah teori emanasi.
Dan konsep inilah terutama mnyebabkan politinus cukup penting untuk di
pelajari. Teori penciptaan yang berupa emanasi itu berpengaruh juga pada
filsafat islam.
Akan
tetapi, pemikiran politinus bukan hanya tentang rahasia penciptaannya; ia juga
mengemukakan pemikiran tentang etika, yang kelihatannya masih relvan
dipertimbangkan pada zaman sekarang. Secara umum ajaran Politinus disebut
Politinisme atau neo Politinisme. Jadi, ajaran Politinus ini tentulah berkaitan
erat dengan ajaran Plato. Politinisme adalah suatu sistem yang teosentris, jadi
dalam hal ini sama dengan Agustinus. Memang filsof pada masa-masa ini pada
umumnya teosentris.
Kehidupan
Politinus
Politinus
dilahirkan pada tahun 204 di Mesir, mungkin di daerah Lycopolis. Pada tahun 232
ia pergi Alexandria untuk belajar filsafat, pada seorang guru bernama Animonius
Saccas, selama 11 tahun. Pada umur 40 Tahun ia pergi ke Roma. Disana ia menjadi
pemikir terkenal pada zaman itu. Tahun 270 ia meninggal di Minturnae, Campania
Italia. Muridnya yang bernama Porphyry mengumpulkan tulisannya yang berjumlah
54 karangan. Karangan itu di kelompokan menjadi 6 set, tiap set berisi 9
karangan, masing-masing set itu di sebut ennead,
seluruhnya ada 6 ennead.
Ennead pertama berisi masalah etika,
mengenai masalah kebijakan, kebahagiaan, bentuk-bentuk kebaikan, kejahatan, dan
masalah pencabutan dari kehidupan. Ennead
kedua membicarakan fisik alam semesta, tantang bintang-bintang,
potensialitas dan aktualitas, sirkulasi gerakan, kualitas dan bentuk, juga
berisi kritik pedas terhadap gnotisisme. Ennead
ketiga membahas implikasi filsafat tentang dunia, seperti masalah iman, kuasa
Tuhan, kekekalan, waktu, dan tatanan alam. Ennead
keempat membicarakan sifat dan fungsi jiwa, yaitu tentang importalitas jiwa,
penginderaan, dan ingatan. Ennead
kelima beirisi pembahasan tentang roh ketuhanan (divine spirit). Dan disini di terangkan ajaran tentang idea. Ennead keenam berisi pembahasan tentang
berbagai topick sepeti tentang kebebasan kemauan (free will), tentang ada yang menjadi realitas.
Metafisika
politinus
Sistem
metafisika politinus ditandai oleh konsep transendens. Menurut pendapatnya, di
dalam pemikiran terdapat tida realitas : The
One, The Mind, dan The soul
The One (Yang Esa) adalah tuhan dalam
pandangan Philo (Avey:49), yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat
dipahami melalui metode sains dan logika. Ia berada di luar eksitensi, diluar
segala nilai. Esa itu adalah puncak semua yang ada; ia itu cahaya di atas cahaya.
Ia adalah pencipta semua yang ada. Mereka memiliki pengetahuan keilahian juga
tidak akan dapat merumuskan apa itu sebenarnya .
The One itu tidak dapat di dekati
melalui penginderaan dan juga tidak dapat di fahami lewat pemikiran logis. Kita
hanya dapat menghayati adanya; ia itu tidak dapat di perkirkan seperti tatkala
kita memikirkan sesuatu yang ada definisinya. Ia itu transendens terhadap
segala makhluk. Ia dapat di dekati lewat tanda-tanda dalam alam. Penangkapan
kita tentang Yang Esa itu memang ada, bukan dengan akal. Objek itu dapat di
definisikan. Ia itu prinsip yang tidak dapat di lambangkan dengan suara atau
huruf.
Realitas
kedua ialah Nouse, suatu istilah yang
dapat juga di sebut Mind. Ini adalah
tentang gambaran tentang Yang Esa dan di dalamnya mengandung idea-idea Plato.
Idea-idea itu merupakan bentuk asli objek-objek. Kandungan Nouse adalah benar-benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita mesti
melalui permenungan.
The
Soul adalah realitas ketiga dalam filsafat Politinus. Sebagai arsitek semua
fenomena yang ada di alam ini, soul itu mengandung suatu jiwa dunia dan banyak
dunia kecil. Jiwa dunia dapat di lihat dalam dua aspek, ia adalah energy dari belakang dunia, dan pada
waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk
dari alam semesta. Jiwa manusia yang mempunyai dua aspek: yang pertama intelek
yang tuduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah irasional. Yang Irasional
ini mungkin sama dengan moral pada Kant; yang intelek itu kelihatannya sama
dengan akal logis.
Teori
tentang tiga realitas ini mengingatkan kita pada teologi Trinitas yang di anut
oleh Kristen, tanpak sekali banyak persamaannya. Teologi Trinitas itu pada masa
Politinus memang sedang dalam proses pembentukannya, atau katakanlah sedang
dalam perumusannya.
Istilah
Trinitas (dalam bahasa latin Trias) mula-mula di gunakan oleh Theophilus dari
Antaknya (180 M). perkembangan istilah itu secara sempurna terjadi di dalam
filsafat skolastik Abad pertengahan tatkala masalah ini di bahas secara
filsafat dan psikologi. Sebenarnya pernyataan resmi tentang istilah ini
dikelluarkan dalam pertemuan Constantinopel pada tahun 382 (frem, 1959,794).
Pada mulanya teologi Kristen tidak serumit itu.
Jika
teori tiga realitas dalam filsafat Politinus tidak dapat di fahami dalam
mebggunakan akal logis, apalagi tiga realitas dalam satu realitas atau satu
dalam Tiga pada Trinitas itu.
Didalam
ajaran politinus, jiwa tidak bergantung pada materi; materi seratus persen
pasif, sedangkan jika seratus persen aktif. Oleh karena itu, jiwa merupakan
esensial tubuh material. Tubuh itu materi. Tubuh yang material itu berisi
prinsip-prinsip ketiadaan, penuh oleh kejahatan dan keterbatasan. Ia mempunyai
jarak yang jauh dari Yang Esa, Yang Maha Sempurna. Pendapat ini tidak dapat di
artikan bahwa jasad boleh di abaikan seperti pada orang-orang gnostic
Tentang
penciptaan, Politinus berpendapat bahwa Yang Esa adalah yang paling Awal, sebab
pertama. Disini mulailah teori penciptaan. Tentang penciptaan, Politinus
berpendapat bahwa Yang Esa adalah yang paling awal, sebab pertama. Disini
mulailah teori penciptaan yang terkenal itu : emansi, suatu teori penciptaan
yang belum pernah di ajukan oleh filsof lain. Tujuan utama teori ini ialah
menimbulkan pengertian bahwa di dalam Yang Esa ada pengetian yang banyak.
Maksudnya, teori emanasi tidak menimbulkan pengertian bahwa tuhan itu sebanyak
makhluk.
sumber: 2008. Filsafat Umum.Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar