Kamis, 22 Desember 2016

Aktualisasi Filsafat Sebagai Cara Berpikir

Aktualisasi Filsafat Sebagai Cara Berpikir
Dalam Bab I dikemukakan bahwa berpikir secara filsafat salah satunya: sinoptif, yaitu berpikir secara menyeluruh dan bersama-sama. Artinya, berpikir menyeluruh sama dengan berpikir secara komprehensif.
Misalnya, apabila kita menghadapi masalah seperti "kenakalan anak". Kenakalan anak akan terns menjadi masalah sepanjang masa khususnya para orang tua. Untuk menanggulangi kenakalan anak, maka masalah tersebut harus dilihat secara filsafat, yaitu kenakalan anak harus dilihat dari semua aspek ilmu yang terkait.
Misalnya, kenakalan anak dilihat dari sudut ilmu agama, ilmu ekonomi, ilmu jiwa/psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Menurut ilmu ekonomi, kenakalan anak disebabkan oleh faktor ekonomi, biasanya kenakalan berasal dari anak-anak yang tingkat ekonominya rendah. Jarang kita temui anak-anak dari orang kaya yang nakal, mungkin pola kenakalannya berbeda.
Menurut ilmu agama, kenakalan anak lebih disebabkan karena faktor keberagamaan kurang, antara kehidupan lahir dan batin tidak seimbang, sehingga tidak mampu membedakan antara teman yang baik clan buruk kemudian terpengaruh lingkungan buruk.
Menurut ilmu jiwa, kenakalan anak dianggapnya 'lumrah' asal tidak merusak (destruktio, karena anak yang nakal (konstruktio sebe­tulnya anak yang semangat, kreatif dan energik, dan sebagainya. Jadi, cara berpikir filsafat itu adalah berpikir kritis, analisis, clan dilihat dari berbagai aspek. Begitu juga kenakalan orang tua juga harus dilihat dari berbagai aspek. Kenakalan orang tua seperti: perselingkuhan, korupsi, emosional, dan lain-lain.
Bagaimana cara filsafat menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada hal-hal yang mistis, gaib, atau di luar jangkauan akal, maka dalam filsafat pun dikenal dengan metafisika. Bagi orang yang mempelajari metafisika, menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib tidak masalah. Sebab, dalam dunia mistis dan gaib memiliki ruang dan penalaran tersendiri.
Berpikir secara filsafat tidak hanya berpikir secara komprehensif, rasional, konsepsional saja, tetapi inter disipliner. Di era global saat ini pemikiran dituntut untuk lebih lugs dan satu sama lain saling terkait. Misal, keadaan pasar modal di New York akan berpengaruh (positif/negati) pada pasar modal seluruh dunia. Penegakan hukum Indonesia akan memengaruhi investasi asing di Indonesia.
Berpikir secara inter disipliner adalah berpikir dengan meng­gunakan ilmu-ilmu terkait yang dapat mendukung solusi suatu per­masalahan. Misalnya, untuk membangun anak berkualitas diperlukan pandangan dari berbagai ilmu, seperti: ilmu pendidikan, ilmu agama, ilmu gizi, ilmu sosial, dan lain-lain.
Ilmu pendidikan diperlukan untuk mengarahkan dan membimbing anak dalam mencerdaskan intelektualnya/IQ Ilmu agama diperlukan untuk membangun anak dalam mencerdaskan emosi/EQ Ilmu gizi diperlukan untuk membangun anak agar memiliki kemampuan berpikir lebih (IQ tinggi) yaitu dengan memberikan asupan makanan sesuai kualitas dan kuantitas gizi yang diperlukan. Ilmu sosial diperlukan untuk memberikan lingkungan sosial yang edukatif, karena memilih lingkungan sosial harus selektif dan mendidik/edukatif.
Jadi, aktualisasi filsafat sebagai cara berpikir adalah kemampuan berpikir sendiri, mampu melihat mana yang negatif dan yang positif dan mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk.
 
Sumber :
Brouwer. et. al. 1986. Sejarah Filsafat Modern dan Sezamannya. Alumni. Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar