Ketika kita mencari suatu hakekat
maka kita akan mulai menyelami sebuah ontologi dalam filsafat. Dalam
membicarakan pendidikan maka kita akan mengenal filsafat pendidikan yang dalam
pembicaraan tentang filsafat pendidikan tidak dapat dilepaskan dari gagasan
kita tentang manusia. Mencari hakekat pendidikan adalah menelusuri manusia itu
sendiri sebagai bagian pendidikan. Melihat pendidikan dan prosesnya kepada
manusia, sebetulnya pendidikan itu sendiri ialah sebagai suatu proses
kemanusiaan dan pemanusiaan. Istilah kemanusiaan secara leksikal bermakna
sifat-sifat manusia, berperilaku selayaknya, perilaku normal manusia atau
bertindak dalam logika berfikir sebagai manusia. Pemanusiaan secara leksikak
bermakna proses menjadikan manusia agar memiliki rasa kemanusiaan, menjadi
manusia dewasa, manusia dalam makna seutuhnya. Artinya dia menjadi riil manusia
yang mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara penuh sebagai manusia.
Frof. Dr. Hasan Langgulung, mengatakan bahea
filsafat pendidikan adalah sejumlah frinsif, kepercayaan, konsef, asumsi, dan
premisyang ada kaitannya dengan praktek pendidikan yang ditemukan saling
bertalian, selaras dan saling melengkapi serta berfungsi sebagai pembimbing
atau pengarah bagi usaha pendidikandan prosesnya beserta seluruh aspek yang
berhubungan dengan dunia pendidikan dalam suatu Negara.
Hubungan filsafat dan pendidikan sangat erat
didalam mempelajari tentang manusia dan segala perkembangannya, kemudian timbul
pernyataan APA dan BAGAIMANA HAKEKAT PENDIDIKAN itu?
Berbicara tentang Hakekat pendidikan banyak
sekali para ahli merumuskan dengan segala macam bentuk untuk menjelaskan
tentang hakekat pendidikan itu, semuanya berkesimpulan bahwa dengan pendidikan
manusia menjadi maju dan dengan pendidikan manusia menjadi jaya.
Dalam Islam hakekat pendidikan itu adalah
keteladanan sebagai bagian dari utamimal makarimal akhlaq.
Keteladanan: pada umumnya manusia memerlukan
figur identifikasi (uswatun hasanah) yang dapat membimbing manusia kearah
kebenaran, untuk memenuhi keinginan tersebut itu Allah mengutus Nabi Muhammad
menjadi teladan bagi manusia. Kemudian kita diperintahkan untukmengikuti Rasul,
diantaranya memberikan tauladan yang baik. Untuk menjadi sosok yang
ditauladani, Allah memerintahkan kepada manusia selaku khalifah fi al ardhy mengerjakan
perintah Allah dan Rasul sebelum mengerjakan kepada orang yang dipimpinnya,
termasuk dalam hal ini sosok pendidik yang dapat ditauladani oleh anak didik.
Begitu juga hakekat pendidikan dalam Islam
sangat luasdan bermakna yang dalam seperti kata “IQRO” berbagai konsef makna
terjemahan berkembang sesuai si penterjemahatau si penafsirnya, tapi kalau
dilihat yang tersurat saja maka muatan atau isi pendidikan Islam adalah hanya”tulis
baca saja”. Begitu juga kata-kata “tarbiyah” atau “Rabb”“Rabb”
yang sebagian orang mangaitkannya dengan konsef pendidikan Islam secara umum.
Menurut Al Maududikata Rabb mengandung arti
“mendidik” dan “memelihara”. Kalau menurut penafsiran Qurtubi bahwa kata “Rabb”
merupakan bentuk diskrifsi yang diberikan kepada seseorang yang melakukan suatu
perbuatan secara paripurna. Sementara menurut Ar Razi bahwa Allah adalah
sebagai “Rabb” yang maha mendidik dan mangetahui benar segala keperluan dan
kebutuhan hamba-Nya sebagai anak didik.
Hakekat pendidikan sangat erat hubungannya
dengan hakekat manusia yang pada dasarnya merupakan objek dan lahannya
filsafat, sehingga antara filsafat, manusia dan pendidikan merupakan suatu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan dalam hidup ini.
Sedangkan menurut Freire Hakikat
pendidikan adalah membebaskan. Freire mendobrak bahwa pendidikan haruslah mencermati
realitas sosial. Pendidikan tidaklah dibatasi oleh metode dan tekhnik
pengajaran bagi anak didik. Pendidikan untuk kebebasan ini tidak hanya sekedar
dengan menggunakan proyektor dan kecanggihan sarana teknologi lainnya yang
ditawarkan sesuatu kepada peserta didik yang berasal dari latar belakang
apapun. Namun sebagai sebuah praksis sosial, pendidikan berupaya memberikan
bantuan membebaskan manusia di dalam kehidupan objektif dari penindasan yang
mencekik mereka. Hal senada juga diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa
pendidikan seharusnya memerdekakan, YB. Mangunwijaya yang beranggapan
pendidikan haruslah berbasis realitas sosial.
Kata latin untuk mendidik adalah educare
yang berarti menarik keluar dari, dan ini boleh di artikan usaha pemuliaan.
Kata educare memberi arah kepada pemuliaan manusia, atau pembentukan manusia.
Dalam pengertian sederhana secara leksikal education (pendidikan) adalah suatu
proses pembahsan untuk membuat manusia lebih manusiawi. Manusiawi berarti
manusia yang lebih mulia, yang keluar dari ketertindasan dan kebodohan.
1.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi
manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmania juga harus berlangsung secara
bertahap. Oleh karena kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi
perkembangan dan pertumbuhan melalui proses demi proses kearah tujuan akhir
dari perkembangan tersebut.
Beberapa ahli pendidikan barat yang memberikan arti
pendidikan adalah :
a)
Mortimer J. Adle mengartikan : Pendidikan adalah proses
dimana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperolah) yang dapat
mempengaruhi pembiasaan, disempurnakan dengan pembiasaan–pembiasaan yang baik
melalui sarana yang secara artistik untuk mencapai tujuan.
b)
Herman H. Horne berpendapat : Pendidikan harus dipandang
sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dan berinteraksi
dengan alam sekitar, dengan sesama manusia.
c)
William Mc Gucken, SJ. Seorang tokoh pendidikan katolik
berpendapat, bahwa pendidikan diartikan oleh ahli scholastic, sebagai suatu
perkembangan dan kelengkapan dari kemapuan manusia baik moral, intelektual,
maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan individu
atau social untuk mencapai tujuan akhir.
Bila definisi yang telah disebut diatas
dikaitkan dengan pendidikan Islam, akan kita ketahui bahwa pendidikan Islam
lebih menekankan pada keseimbangan dan keserasian perkembangn hidup manusia.
Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar
Muhammad Al-Toumy Al- Syaebani, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku
individu dalam hidup pribadinya atau hidup kemasyarakatannya dan kehidupan dalam
alam sekitar melalui proses kependidikan.
2. Pengertian
pendidik
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung
jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif
pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi
peserta didik baik potensi efektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam.
Beberapa ahli pendidikan yang memberikan arti pendidik
adalah :
a)
Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang
mempertanggung jawabkan sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak
dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik
b) Sutari
Imam Barnadib mengemukakan bahwa pendidik adalah orang yang dengan sengaja
mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik.
Dalam Islam tugas seorang pendidik
dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Secara umum tugas pendidik adalah
mendidik. Dalam operasionalnya mendidik merupakan rangakaian proses mengajar,
memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dsb.
Disamping itu pendidikjuga bertugas sebagai fasilitator dan motivator dalam
proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi
secara baik dan dinamis.
Menurut Ahmad D. Marimba, tugas
pendidik dalam pendidikan Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau
kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi
berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang
dimiliki guna ditranformasikan kepada peserta didik, serta melihat kekurangan
dan kelebihannya.
Tugas Pendidik secara umum :
Pada hakekatnya mengemban misi yang
mengajak menusia untuk tunduk dan patuh pada hukum – hukum Allah, guna
memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.
Tugas Pendidik secara khusus :
1.
Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan
program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian
setelah program itu dilaksanakan.
2. Sebagai
pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tinggakat kedewasaan
yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah menciptakan
manusia.
3.
Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin dan
mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait,
menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan,
partisipasi atas program yang dilakukan itu.
3. Peserta
didik
Peserta didik salah satu komponen dalam
sistim pendidikan Islam. Peserta didik itu sendiri secara formal yaitu orang
yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik
maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang
peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.
Ada pun menurut Syamsul Nizar ada 5
kriteria peserta didik yaitu:
-
Peserta didik bukan lah miniatur orang dewasa, sehingga
menjadi tanggung jawab pendidik.
-
Peserta didik memiliki periode sasi perkembangan dan
pertumbuhan
-
Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan
individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
-
Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani
-
Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau
fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Agar pelaksanaan proses pendidikan
Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka setiap peserta didik
hendaknya, senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya.. Menurut Asma Hasan
Fahmi tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi peserta didik diantaranya adalah.
1. Peserta
didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
2. Tujuan
belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keimanan.
3. Setiap
peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
4. Peserta
didik hendaknya belajar secara bersungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Kewajiban peserta didik diantaranya
adalah:
1.
Sebelum belajar hendaknya terlebih dahulu membersihkan
hatinya dari segala sifat buruk.
2. Niat
belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai fadillah.
3. Wajib
bersungguh – sungguh dalam belajar, wajib saling mengasihi dan menyayangi
diantara sesama, bergaul baik terhadap guru-gurunya.
Sumber :
Ainani. Ahmad, Filsafat Fendidikan, Gerakan Mahasiswa Peduli Pendidikan
Ainani. Ahmad, Filsafat Fendidikan, Gerakan Mahasiswa Peduli Pendidikan
(GMPP), Martapura: 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar