Kamis, 22 Desember 2016

Kritik atas Rasio Murni

Kritik atas Rasio Murni
Kritik atas rasio murni (Critique of Pure Reason) merupakan karya pertama Immanuel Kant. Critique of Pure Reason memuat pemikiran Kant tentang estetika transendental, analitika transendental dan dialektika transendetal.
Dalam “Kritik atas Rasio Murni”  Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan  bersifat umum, mutlak, dan memberi pengertian baru. Untuk  itu ia terlebih dahulu membedakan adanya tiga macam pengetahuan atau keputusan yakni pertama, keputusan analitis a priori yang menempatkan predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang).
Kedua, keputusan sintesis aposteriori dengan predikat dihubungkan subjek berdasarkan pengalaman inderawi, karma dinyatakan setelah mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang pernah diketahui.Misalnya meja itu bagus.
Ketiga, keputusan apriori menggunakan sumber pengetahuan yang bersifat sintesis tetapi bersifat apriori juga. Misalnya keputusan “segala kejadian mempunyai sebabnya”. Ilmu eksakta, mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun  atas putusan sintesis bersifat apriori. Kant menyebut keputusan jenis ketiga sebagai syarat dasar sebuah pengetahuan (ilmiah) dipenuhi yakni bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan baru.
Pengetahuan merupakan sintesa dari unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman yakni unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur yang ada setelah pengalaman yaitu unsur-unsur aposteriori. Proses sintesis ini terjadi dalam tiga tahap.Pertama, pencerapan inderawi (sinneswahrnehmung). Kedua, akal budi (verstand). Ketiga, intelektual atau rasio (versnunft). Pencerapan inderawi masuk dalam estetika transendental, akal budi ada pada bagian analitikal transendental, rasio masuk dalam dialektika transendental.
Pertama, pencerapan indrawi (sinneswahrehmung) Menurut Kant pencerapan inderawi adalah tingkat pengetahuan manusia pertama dan terendah. Data-data inderawi harus di buktikan dulu dengan 12 kategori, baru dapat di putuskan. Demikian proses kritisisme rasionalisme ala Immanuel Kant. Metodologi ini kemudian dikenal dengan metode induksi, dari partikular data-data terkecil baru mencapai kesimpulan universal.
Menurut Immanuel Kant,  manusia sudah mendapatkan 12 kategori tersebut sejak lahir. Teori ini terinspirasi dunia ide Plato. Immanuel Kant beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa menentukan fenomena saja. Fenomena adalah sesuatu yang tampak, hanya memperlihatkan fisiknya saja.
Kedua, akal budi (verstand) Tugas akal budi adalah menyusun dan menghubungkan data-data inderawi, sehingga menghasilkan keputusan-keputusan. Pengetahuan akal budi baru diperoleh ketika terjadi sintesis antara pengalaman inderawi dengan bentuk-bentuk a priori yang disebut dengan kategori. Dalam menerapkan kategori-kategori ini, akal budi bekerja sedemikian rupa sehingga kategori-kategori itu hanya cocok dengan data-data yang dikenainya saja. Melalui kategori, Kant seperti menjelaskan sahnya ilmu pengetahuan alam.
Ketiga, intelek atau rasio (versnunft). Menurut Kant intelekt atau rasio (versnunft) adalah kemampuan asasi (principien) yang menciptakan pengertian-pengertian murni dan mutlak karena rasio memasukkan pengetahuan khusus ke dalam pengetahuan yang bersifat umum. Tugas intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat di bawahnya yakni akal budi (verstand) dan tingkat pengalaman inderawi (senneswahnehmung).
Rasio berbeda dengan akal budi. Rasio (versnunft) menghasilkan ide-ide transcendental. Akal budi berkaitan dengan penampakan. Rasio menerima konsep-konsep dan putusan akal budi menemukan kesatuan (Kant, 1990).
Dalam dialektika transendental Kant menyebut tiga ide rasio murni atau idea transendental yakni idea psikis (jiwa), idea kosmologis (dunia), dan idea teologis (Tuhan). Ide jiwa menyatakan dan mendasari segala gejala batiniah (psikis), ide dunia menyatakan gejala jasmani, dan ide Tuhan mendasari semua gejala, baik yang bersifat jasmani maupun rohani (psikis) (Kant, 1990).
Meskipun ketiga ide di atas mengatur argumentasi tentang pengalaman, tetapi ketiga ide itu tidak termasuk pengalaman karena ke-12 kategori tidak dapat diberlakukan pada ide transendental ini disebabkan ketiganya bukan obyek pengalaman.
Pengalaman hanya terjadi dalam fenomena, padahal ketiga ide itu berada di dunia nomena, yang tidak tampak. Ide tentang jiwa, dunia, dan Tuhan bukan pengertian tentang kenyataan inderawi, bukan benda pada dirinya sendiri (das ding an sich). Ketiganya merupakan postulat epistemology yang berada di luar teoritis empiris

Sumber :  Windo Wibowo. Kritisisme Kant: Sintesis Antara Rasionalisme dan Empirisme. Jakarta, Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar