Kritik atas Rasio Murni
Kritik atas rasio murni (Critique of Pure Reason) merupakan karya pertama Immanuel Kant. Critique of Pure Reason memuat pemikiran Kant tentang estetika transendental, analitika transendental dan dialektika transendetal.
Dalam “Kritik atas Rasio Murni” Kant menjelaskan bahwa ciri
pengetahuan bersifat umum, mutlak, dan memberi pengertian baru. Untuk
itu ia terlebih dahulu membedakan adanya tiga macam pengetahuan atau
keputusan yakni pertama, keputusan analitis a priori
yang menempatkan predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek,
karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati
ruang).
Kedua, keputusan sintesis aposteriori dengan
predikat dihubungkan subjek berdasarkan pengalaman inderawi, karma
dinyatakan setelah mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang
pernah diketahui.Misalnya meja itu bagus.
Ketiga, keputusan apriori menggunakan sumber
pengetahuan yang bersifat sintesis tetapi bersifat apriori juga.
Misalnya keputusan “segala kejadian mempunyai sebabnya”. Ilmu eksakta,
mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun atas putusan sintesis
bersifat apriori. Kant menyebut keputusan jenis ketiga sebagai syarat
dasar sebuah pengetahuan (ilmiah) dipenuhi yakni bersifat umum dan
mutlak serta memberi pengetahuan baru.
Pengetahuan merupakan sintesa dari unsur-unsur yang ada sebelum
pengalaman yakni unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur yang ada setelah
pengalaman yaitu unsur-unsur aposteriori. Proses sintesis ini terjadi
dalam tiga tahap.Pertama, pencerapan inderawi (sinneswahrnehmung). Kedua, akal budi (verstand). Ketiga,
intelektual atau rasio (versnunft). Pencerapan inderawi masuk dalam
estetika transendental, akal budi ada pada bagian analitikal
transendental, rasio masuk dalam dialektika transendental.
Pertama, pencerapan indrawi (sinneswahrehmung) Menurut
Kant pencerapan inderawi adalah tingkat pengetahuan manusia pertama dan
terendah. Data-data inderawi harus di buktikan dulu dengan 12 kategori,
baru dapat di putuskan. Demikian proses kritisisme rasionalisme ala
Immanuel Kant. Metodologi ini kemudian dikenal dengan metode induksi,
dari partikular data-data terkecil baru mencapai kesimpulan universal.
Menurut Immanuel Kant, manusia sudah mendapatkan 12 kategori
tersebut sejak lahir. Teori ini terinspirasi dunia ide Plato. Immanuel
Kant beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa menentukan
fenomena saja. Fenomena adalah sesuatu yang tampak, hanya memperlihatkan
fisiknya saja.
Kedua, akal budi (verstand) Tugas
akal budi adalah menyusun dan menghubungkan data-data inderawi, sehingga
menghasilkan keputusan-keputusan. Pengetahuan akal budi baru diperoleh
ketika terjadi sintesis antara pengalaman inderawi dengan bentuk-bentuk a priori
yang disebut dengan kategori. Dalam menerapkan kategori-kategori ini,
akal budi bekerja sedemikian rupa sehingga kategori-kategori itu hanya
cocok dengan data-data yang dikenainya saja. Melalui kategori, Kant
seperti menjelaskan sahnya ilmu pengetahuan alam.
Ketiga, intelek atau rasio (versnunft). Menurut Kant intelekt atau rasio (versnunft)
adalah kemampuan asasi (principien) yang menciptakan
pengertian-pengertian murni dan mutlak karena rasio memasukkan
pengetahuan khusus ke dalam pengetahuan yang bersifat umum. Tugas
intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada
tingkat di bawahnya yakni akal budi (verstand) dan tingkat pengalaman inderawi (senneswahnehmung).
Rasio berbeda dengan akal budi. Rasio (versnunft) menghasilkan
ide-ide transcendental. Akal budi berkaitan dengan penampakan. Rasio
menerima konsep-konsep dan putusan akal budi menemukan kesatuan (Kant,
1990).
Dalam dialektika transendental Kant menyebut tiga ide rasio murni
atau idea transendental yakni idea psikis (jiwa), idea kosmologis
(dunia), dan idea teologis (Tuhan). Ide jiwa menyatakan dan mendasari
segala gejala batiniah (psikis), ide dunia menyatakan gejala jasmani,
dan ide Tuhan mendasari semua gejala, baik yang bersifat jasmani maupun
rohani (psikis) (Kant, 1990).
Meskipun ketiga ide di atas mengatur argumentasi tentang pengalaman,
tetapi ketiga ide itu tidak termasuk pengalaman karena ke-12 kategori
tidak dapat diberlakukan pada ide transendental ini disebabkan ketiganya
bukan obyek pengalaman.
Pengalaman hanya terjadi dalam fenomena, padahal ketiga ide itu
berada di dunia nomena, yang tidak tampak. Ide tentang jiwa, dunia, dan
Tuhan bukan pengertian tentang kenyataan inderawi, bukan benda pada
dirinya sendiri (das ding an sich). Ketiganya merupakan postulat epistemology yang berada di luar teoritis empiris
Sumber : Windo Wibowo. Kritisisme Kant: Sintesis Antara Rasionalisme dan Empirisme. Jakarta, Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar